Minggu, 29 Juli 2012

Allah Hadir Dalam KeFrustasianku

Yeh 2:2-5
2Kor 12:7-10
Mrk 6:1-6

Pada suatu ketika, Yesus tiba kembali di tempat asal-Nya, sedang murid-murid-Nya mengikuti Dia. Pada hari Sabat Yesus mengajar di rumah ibadat, dan jemaat yang besar takjub ketika mendengar Dia. Mereka berkata, "Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?
Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian, bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria? Bukankah Ia saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?" Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka, "Seorang Nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya." Maka Yesus tidak mengadakan satu mujizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya atas mereka. Ia merasa heran atas ketidakpercayaan mereka. Lalu Yesus berjalan keliling dari desa ke desa sambil mengajar.

ALLAH PUN HADIR DALAM KEFRUSTRASIANKU

Yehezkiel adalah seorang nabi yang pernah frustrasi dan di dalam kefrustrasiannya sering dimarahi dan dikritik oleh kaumnya karena ketidakpercayaan mereka kepada Yahwe. Tetapi ketika Yehezkiel menerima Sabda Allah tentang pemberitahuan akan kejatuhan Yerusalam, dia mendekati dan menawarkan pesan kepada bangsanya agar tetap berharap. Karena dia merasakan bahwa Allah ternyata hadir di dalam kefrustrasiannya yang menyakitkan, dan itu membangkitkan dia dan memberi kesempatan untuk bangun dari kelemahannya.

Yesus juga mengalami hal yang sama, meski Dia seorang nabi besar yang diterima di mana-mana, namun ditolak oleh bangsa dan tempat asalnya sendiri. Tetapi Yesus tetap menunjukkan kekuatan Allah di tengah-tengah penyangkalan dan penolakan itu hingga ke Kalvari. Bahkan Santo Paulus pun terluka ketika dia mendengar serangan yang tidak adil atas lawannya. Namun, dia menegaskan bahwa "ketika aku lemah, maka aku kuat." Kelemahan yang ada pada dirinya justru membuat dia kuat, karena dengan itu dia tidak menjadi sombong dan menjadi sangat tergantung kepada Allah.

Terkesan mengherankan sikap orang yang begitu cepat berubah pikiran dan sikap. Pertama kali mendengar pengajaran Yesus, mereka takjub bukan hanya oleh pengajaran-Nya, tetapi juga oleh hikmat dan mukjizat-mukjizat yang dilakukan-Nya (Mrk.6:2). Namun, rasa takjub ini langsung berubah menjadi rasa kecewa dan sikap menolak karena merekamengenal-Nya sebagai anak tukang kayu, anak Maria yang saudara-saudaranya mereka kenal (ay 3). Muncul pertanyaan, apa yang membuat mereka bukan hanya berubah sikap tetapi bahkan berbalik sikap dalam waktu yang begitu cepat?

Waktu kita merenungkan kisah ini ada sebuah ceritera ilustrasi seorang murid yang ingin lebih belajar mengenai kebijaksanaan hidup dari seorang guru. Ia berkata, "Guru dikenal sebagai seorang yang amat luhur budi dan hati, bijaksana dan cerdas. Bantulah saya untuk menjadi lebih bijaksana dan luhur budi dan hati." Guru itu tidak menanggapi permintaan muridnya dengan pengajaran. Ia memanggil cangkir dan menuangi cangkir itu dengan air. Meskipun cangkir sudah penuh ia terus menuangi air ke dalamnya. Murid itu lama-lama tidak tahan melihatnya lalu berkata, "Guru, cangkir itu sudah penuh, mengapa guru terus saja menuangkan air kedalamnya?" Guru itu menjawab, "Seperti inilah keadaanmu. Engkau datang kesini untuk belajar hidup lebih bijaksana, luhur budi dan hati. Namun, hati dan budimu sudah penuh dengan sikap dan pikiranmu sendiri sehingga apapun yang akan saya berikan, akan tumpah keluar. Kosongkan dulu hati dan budimu supaya engkau dapat menerima kebijaksanaan serta keluhuran hati dan budi yang baru."

Orang-orang yang menolak Yesus itu sudah merasa aman dan nyaman dalam sikap dan pendapat mereka. Semua hal baru dianggap membahayakan bagi rasa aman dan nyaman itu. namun, dengan demikian mereka juga tidak akan bisa mengalami kebaruan hidup. Agar bisa mengalami kebaruan hidup mereka dituntut untuk keluar dari wilayah aman mereka, dan masuk kedalam wilayah baru yang mungkin berisiko, tetapi juga menjanjikan kebaruan hidup.

Nabi Yeheskiel, Paulus, maupun Yesus mewartakan satu kebenaran yang sederhana, yakni apa saja yang lemah atau yang luka atau duri, harus kita pikul di dalam kehidupan kita. Hal itu karena setiap duri adalah lambang kehadiran yang kuat akan kehadiran dinamis dari Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Submit ke 20 Search Engine Terkenal